Biasanya
hari terakhir menjelang tiup lilin, saya merenung. Merenung tentang keinginan
pribadi untuk tahun berikutnya. Merenung juga tentang berkat sepanjang tahun
yang saya terima, tapi kebanyakan apa yang mengisi kepala adalah cita-cita
besar untuk setahun di depan. Apalagi setelah beberapa tahun saya lakukan ini
dan Big Boss selalu campur tangan mengabulkan keinginan saya, saya semakin
gigih mencari my wish for the next year.
Tahun ini,
menjelang lilin ke-41, saya kembali merenung, mencari kualitas diri apa yang
ingin saya capai lebih sempurna. Sesungguhnya perenungan tahun ini tampaknya sudah
dimulai lebih cepat karena sejak dua bulan lalu saya seringkali berpikir
tentang ini. Tapi sampai saat saya duduk di depan laptop, belum ada satu pun
kata yang terpikir. Hmmm… apakah ini efek mid-life
crisis seperti yang terus menerus digaungkan oleh beberapa teman? I don’t
know…
Jadi apa
yang ada dalam kepala saya?
Perenungan
malam ini banyak membuat saya tercekat, jantung saya berdegup kencang, dan
bernafas pun terasa agak sulit. (Harus hati-hati, or else saya bisa masuk IGD lagi.. hahaha…) Anyway, kilasan-kilasan pengalaman muncul begitu jelas membuat menyesakkan dada. Malam ini saya seperti menonton film kehidupan saya dengan jelas. Dan perenungan
malam ini seperti menjadi tanda betapa saya ternyata sangat menginginkan
kehidupan yang berbeda. Perenungan malam ini seperti menjadi momentum pengingat
bahwa bersyukur membuat saya menjadi malas membuat perubahan dalam hidup.
Don’t get me
wrong… Saya tetap bersyukur dengan segala berkat melimpah yang tidak pernah
berhenti mengalir dalam kehidupan saya. Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan
saya. Tidak pernah satu detik pun Dia ijinkan saya berdiri sendiri menentang
badai. Tidak pernah satu detik pun Dia biarkan saya memikul beban saya
sendirian. Tidak pernah satu detik pun Dia biarkan saya jatuh. Dia selalu ada
memegang erat tangan saya, berjalan perlahan menyusuri jalan setapak, betapa
pun berat dan sulit.
Don’t get me
wrong.. again… Saya yakin bahwa karena saya selalu bersyukur akan semua hal,
hidup menjadi lebih berarti. Saya yakin bahwa karena saya bersyukur akan semua
hal, yang baik maupun yang tidak, saya mampu bangun pagi setiap hari dengan
keyakinan bahwa semua pasti baik-baik saja. Saya yakin bahwa karena saya
bersyukur saya mampu bertahan hingga saat ini.
Tapi malam
ini saya melihat betapa selama ini rasa bersyukur ini akhirnya membuat saya nrimo dan tidak mau lagi berusaha. Saya
takut bermimpi dan takut berharap. Pada akhirnya saya memaksa diri saya untuk
menghentikan mimpi dan harapan yang saya miliki supaya saya tidak perlu kecewa.
Saya ingat
di satu masa betapa keras usaha saya menyuarakan keinginan dan harapan saya. Saya
ingat dengan sangat jelas betapa kuat saya mengulurkan tangan dan meraih. Saya ingat rasa itu. Saya ingat kesedihan itu. Saya
ingat betapa saya berdoa meminta dan meminta supaya keadaan bisa berpihak pada saya. Saya
ingat berdoa dan menyerahkan segalanya ke dalam tangan-Nya. Saya ingat rasa itu.
Saya ingat kesedihan dan kekecewaan itu, saat saya melihat perlahan-lahan
harapan itu lepas dari genggaman, hanyut terbawa air mata. Dan saya ingat pada
akhirnya saya mengubur semua harapan.
Malam ini,
di ujung usia 40, saya tidak punya permintaan besar. Saya tidak meminta Tuhan
menjadikan hidup saya berarti bagi orang lain seperti harapan saya beberapa
tahun lalu. Saya tidak meminta Tuhan menjadikan saya terang bagi orang lain
seperti harapan saya beberapa tahun lalu. Saya tidak meminta Tuhan menjadikan
saya manusia bijaksana seperti harapan saya beberapa tahun lalu.
Malam ini,
menjelang usia 41, saya hanya ingin berada di bawah perlindungan sayap-Nya.
Saya hanya ingin berada dalam genggaman tangan-Nya. Saya hanya ingin merasa
aman dan damai. Saya hanya ingin melepas semua topeng yang mengatakan “saya
baik-baik saja.”
Malam ini, doa
saya untuk satu tahun ke depan hanya agar rasa lelah ini Dia angkat.
Happy 41st
birthday, dear Me.
(June 3, 2014)
No comments:
Post a Comment